Pendakian terjal ditempuh oleh Susi
Pudjiastuti. Perempuan kelahiran Pangandaran tahun 1965 ini pada awal
tahun 1980-an gagal menamatkan SMA-nya di Cilacap, Jawa Tengah. Ia
pulang ke Pangandaran dan mencoba berjualan aneka barang seperti baju,
bedcover, dan sebagainya.
Namun akhirnya ia menemukan potensi Pangandaran, yaitu ikan. Dengan modal Rp 750 ribu hasil penjualan perhiasan miliknya, ia mulai berjualan ikan dengan cara membeli ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan menjualnya ke restoran-restoran. Hari pertamanya ia hanya berhasil menjual 1 kg ikan. Itupun ke restoran kenalannya.
Namun akhirnya ia menemukan potensi Pangandaran, yaitu ikan. Dengan modal Rp 750 ribu hasil penjualan perhiasan miliknya, ia mulai berjualan ikan dengan cara membeli ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan menjualnya ke restoran-restoran. Hari pertamanya ia hanya berhasil menjual 1 kg ikan. Itupun ke restoran kenalannya.
Keuletan, tak membuatnya mundur. Ia
terus mencoba lagi hari-hari berikutnya. Meski tak mudah, akhirnya ia
bia menguasai pasar Pangandaran setahun kemudian. Lalu ia mencoba
menjual ikan-ikan dari Pangandaran ke Jakarta dengan menyewa truk.
Berangkat jam tiga sore sampai di Jakarta tengah malam menjadi kegiatan
sehari-harinya.
Dari semula menyewa truk akhirnya Susi bisa membeli truk. Usahanya terus berkembang. Sampai-sampai ia bisa mengekspor udang ke Jepang. Meskipun sempat jatuh bangun, alat transportasi ikannya berubah drastis dari truk hingga menggunakan pesawat terbang.
Dari semula menyewa truk akhirnya Susi bisa membeli truk. Usahanya terus berkembang. Sampai-sampai ia bisa mengekspor udang ke Jepang. Meskipun sempat jatuh bangun, alat transportasi ikannya berubah drastis dari truk hingga menggunakan pesawat terbang.
Ceritanya, setelah menikah dengan pilot
asal Jerman, Susi berangan-angan mengangkut ikannya menggunakan
pesawat. Angan-angan itu timbul karena dengan menggunakan truk yang
memakan waktu sembilan jam perjalanan, dan ikan-ikannya mati sesampai
di Jakarta. Itulah yang membuat harga ikannya jatuh. Dengan pesawat
cuma diperlukan satu jam sehingga harga ikannya pasti tinggi karena
lebih segar.
Tahun 2000, Susi mencoba mengajukan pinjaman ke bank untuk merealisasikan rencana itu. Namun rencananya itu ditertawakan pihak bank dan sudah tentu pengajuan kreditnya ditolak. Baru pada tahun 2004, ada bank yang mau mengabulkan kreditnya. Dari Bank Mandiri, ia mendapat pinjaman Rp 47 miliar yang ia gunakan untuk membuat landasan di Pangandaran dan membeli dua pesawat Cessna.
Namun sebulan setelah pengoperasian pesawatnya, terjadi bencana tsunami di Aceh. Naluri kemanusiaannya terusik. Ia terbang ke Aceh untuk memberi bantuan. Pesawat Susilah, pesawat pertama yang mendarat di Aceh setelah bencana itu. Besoknya ia membawa barang-barang bantuan seperti beras, mi instan, dan sebagainya. Susi dan pesawatnya pun berkutat di Aceh mendistribusikan barang-barang bantuan.
Rencananya, ia “hanya” memberi bantuan sarana angkutan gratis selama 2 minggu,namun banyak LSM dalam dan luar negeri yang memintanya tetap di sana dan mereka bersedia menyewa pesawat Susi. Dari sanalah lahir nama Susi Airsebagai usaha penyewaan pesawat.
Kini Susi Air sudah memiliki 50-an pesawat dan nama Susi Air pun dikenal sebagai maskapai penerbangan carteran yang populer di Indonesia saat ini. Sungguh suatu pendakian nasib yang menakjubkan dari seorang ibu yang tak tamat SMA. Keuletan dan keberaniannya mengantarkannya ke puncak sukses bisnis. Luar Biasa!!
Tahun 2000, Susi mencoba mengajukan pinjaman ke bank untuk merealisasikan rencana itu. Namun rencananya itu ditertawakan pihak bank dan sudah tentu pengajuan kreditnya ditolak. Baru pada tahun 2004, ada bank yang mau mengabulkan kreditnya. Dari Bank Mandiri, ia mendapat pinjaman Rp 47 miliar yang ia gunakan untuk membuat landasan di Pangandaran dan membeli dua pesawat Cessna.
Namun sebulan setelah pengoperasian pesawatnya, terjadi bencana tsunami di Aceh. Naluri kemanusiaannya terusik. Ia terbang ke Aceh untuk memberi bantuan. Pesawat Susilah, pesawat pertama yang mendarat di Aceh setelah bencana itu. Besoknya ia membawa barang-barang bantuan seperti beras, mi instan, dan sebagainya. Susi dan pesawatnya pun berkutat di Aceh mendistribusikan barang-barang bantuan.
Rencananya, ia “hanya” memberi bantuan sarana angkutan gratis selama 2 minggu,namun banyak LSM dalam dan luar negeri yang memintanya tetap di sana dan mereka bersedia menyewa pesawat Susi. Dari sanalah lahir nama Susi Airsebagai usaha penyewaan pesawat.
Kini Susi Air sudah memiliki 50-an pesawat dan nama Susi Air pun dikenal sebagai maskapai penerbangan carteran yang populer di Indonesia saat ini. Sungguh suatu pendakian nasib yang menakjubkan dari seorang ibu yang tak tamat SMA. Keuletan dan keberaniannya mengantarkannya ke puncak sukses bisnis. Luar Biasa!!
0 komentar:
Posting Komentar